Tanggapan atas
pesan yang sedang dibaca bisa dilakukan melalui sarana pengiriman
pesan yang ada di bagian bawah.
PESAN DAN TANGGAPAN :
Harus Mulai Dipikirkan, Pengembangan Ilmu Murni
Oleh : Ristek
Rabu, 3 Juli 2002 (21:29 WIB) dari IP 140.105.16.2
Diterbitkan di : Ristek.go.id Indonesia
Cendekiawan Nurcholish Madjid mengatakan, sudah saatnya kita mulai memikirkan pengembangan ilmu murni (pure science), tidak hanya ilmu terapan
(applied science) seperti selama ini. Ini penting sebagai suatu investasi jangka panjang yang bersifat human investment, agar (bangsa) kita menjadi lebih
independen.
Gagasan ini dikemukakan Nurcholish Madjid ketika berbicara dalam acara Deklarasi Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran (Institute for Studies
and Development of Thought/ISDT) di Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Lembaga swadaya masyarakat yang dideklarasikan 17 orang dari berbagai latar
belakang profesi, suku, ras, dan agama tersebut bertujuan mengembangkan kebebasan berpikir masyarakat Indonesia guna ikut memecahkan persoalan
bangsa.
"Ini (tujuan ISDT tersebut) mengingatkan saya pada artikel yang dimuat Time edisi terakhir. Di situ dikatakan bahwa sebaiknya orang Asia sudah mulai
memikirkan kemenangan dirinya sendiri dan tidak bergantung kepada (negara) Barat. Contohnya, ditemukan suatu jenis padi-padian yang mengandung
vitamin A yang akan merupakan kebutuhan pangan sangat penting bagi masyarakat Asia. Ternyata segala sesuatu yang dibutuhkan orang Asia juga dipikirkan
di negara Barat, dan kita menjadi bergantung pada orang Barat, karena diakui bahwa penemuan itu merupakan hasil temuan mereka," katanya.
Cuma jadi konsumen
Dalam kondisi yang demikian, apalagi jika kita tetap membiarkannya begitu, demikian Nurcholish Madjid, maka posisi kita sebagai bangsa hanya akan menjadi
konsumen tanpa pernah bisa menjadi produsen. Dengan begitu sudah jamak bila konsumen selalu kalah dibandingkan produsen. "Kadang-kadang kita
memakai sesuatu karena memang didikte oleh produsen," kata Cak Nur.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar pengembangan ilmu murni betul-betul dipikirkan, tidak hanya ilmu terapan. "Memang kadang-kadang agak menggoda
sedikit dalam arti negatif, yaitu bahwa kalau kita serius tekanannya pada ilmu murni maka seolah-olah kita menjadi tidak praktis. Tetapi sebagai suatu investasi,
itu adalah upaya paling strategis karena kita akan jadi lebih independen," jelasnya.
Dikatakan, pengembangan ilmu murni sebagai sebuah investasi adalah suatu human investment. Suatu human investment berarti perlu waktu yang tidak
pendek, paling tidak satu generasi. Jika langkah itu kita mulai sekarang, artinya baru satu generasi lagi diketahui manfaatnya atau kira-kira perlu waktu 20
tahun. "Saya kira dukungan terhadap argumen itu bisa diambil dari kenyataan bahwa negara kita juga mengalami siklus 20 tahunan, yaitu tahun 1905-1928,
1945-1965. Tahun 1985 sebetulnya sudah ada gejala yang besar sekali tetapi sering kita tidak sadar, yakni naiknya paranan lulusan universitas. Sekarang
berharap, tahun 2005 akan terjadi satu lonjakan yang besar, yaitu masa era demokrasi sebenarnya yang kini dirintis oleh `buldoser` Gus Dur," katanya.
Rektor Universitas ParamadinaMulya ini memang mengibaratkan Gus Dur sebagai buldoser yang bertugas meratakan segala rintangan demi suksesnya
membangun bangunan baru, Gedung Indonesia Baru. "Gus Dur fungsinya sebagai buldoser sekarang ini," tambahnya.
Akan ketinggalan
Menurut Cak Nur, jika kita tidak melakukan penelitian ilmu murni maka Indonesia selalu ketinggalan karena akan selalu berada pada posisi konsumen. Meski
diakui untuk pengembangan ilmu murni sangat mahal, namun itu merupakan suatu keharusan. Bukankah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan
adanya orang-orang yang mengembangkan nuansa-nuansa yang murni?
Tentang hal ini ia menyejajarkannya dengan demokrasi yang saat ini sedang mendominasi keseluruhan pikiran bangsa Indonesia mengenai politik. Bagi Cak
Nur harus ada pemikiran murni mengenai demokrasi. Sekalipun kita dengan mudah bisa menggunakan pemikiran-pemikiran yang ada di Barat, misalnya, akan
tetapi kenyataannya di Barat sendiri demokrasi juga bermacam-macam. "Maka, kita sebenarnya juga berhak mengatakan atau mengklaim bahwa ada suatu
bentuk demokrasi yang paling lengkap di Indonesia, karena ternyata tidak ada korelasi positif antara kerajaan dan republik. Lihatlah Jepang, sebuah negara
demokratis merupakan bekas kerajaan. Maksud saya, ada suatu model dari demokrasi yang barangkali tidak kita duga, yaitu kerajaan," jelasnya.
Dalam kaitan pengembangan ilmu murni ia kembali mengingatkan bahwa untuk meraih hasil yang diharapkan memang butuh waktu lama. "Perlu kesabaran dan
dalam kesabaran ada dimensi waktu. Oleh karena itu harus ada kesadaran mengenai planning, investasi yang konsisten, dan kepemihakan kepada kontinuitas,
jangan sampai ada keterputusan," kata Cak Nur.