Artikel-artikel populer :
Bulan Kepangan, Gerhana Bulan Total (GBT) 31 Januari 2018
I Putu Dedy Pratama (Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar BMKG)
Pada tahun 2018 ini BMKG memprediksi terjadi lima kali gerhana, yaitu: 1. Gerhana Bulan Total (GBT) 31 Januari 2018 yang dapat diamati dari Indonesia, 2. Gerhana Matahari Sebagian (GMS) 15 Februari 2018 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, 3. Gerhana Matahari Sebagian (GMS) 13 Juli 2018 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, 4. GBT (GBT) 28 Juli 2018 yang dapat diamati dari Indonesia, dan 5. Gerhana Matahari Sebagian (GMS) 11 Agustus 2018 yang tidak dapat diamati dari Indonesia.
Pada 31 Januari 2018 nanti akan terjadi GBT yang dapat dilihat di seluruh wilayah Indonesia. Keseluruhan proses gerhana dapat diamati di Samudra Pasifik serta bagian timur Asia, Indonesia, Australia, dan bagian baratlaut Amerika. Gerhana ini dapat diamati di bagian barat Asia, Samudra Hindia, bagian timur Afrika, dan bagian timur Eropa pada saat Bulan terbit. Adapun proses gerhana pada saat Bulan terbenam dapat diamati di bagian utara Amerika dan bagian timur Samudra Pasifik. Sementara pengamat di bagian barat Eropa, sebagian besar Afrika, Samudra Atlantik, dan bagian selatan Amerika tidak akan dapat mengamati keseluruhan proses gerhana ini.
Setiap daerah mempunyai waktu kejadian Gerhana yang berbeda-beda. Untuk dalam wilayah Bali saja jika dibandingkan hanya berselisih kurang dari satu menit dari suatu kota terhadap kota lainnya. Untuk wilayah Denpasar, Gerhana mulai pada pukul 18:49 WITA saat Bulan sudah terbit dan hanya beselisih 2 menit dari terbenamnya Matahari pada pukul 18:47 WITA. Pada tanggal 31 Januari 2018 Bulan terbit di Bali pada pukul 18:37 WITA dengan posisi di arah timur sedikit ke utara yaitu pada sudut azimuth 72 derajat terhadap utara. Tahap keseluruhan Gerhana adalah 5 jam 20 menit, namun durasi GBTnya selama 1 jam 17 menit untuk wilayah Denpasar. Puncak Gerhana terjadi pada pukul 21:30 WITA, jadi bersiaplah menanti 40 menit sebelum dan setelah pukul 21:30 WITA nantinya.
Gerhana Bulan terjadi apabila bulan sedang beroposisi dengan Matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika sebesar 5°, maka tidak setiap oposisi Bulan dengan Matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong yang disebut node, yaitu titik di mana Bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana Bulan ini akan terjadi saat Bulan beroposisi pada node tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke titik oposisi lainnya. Maka seharusnya, jika terjadi gerhana Bulan, akan diikuti dengan gerhana Matahari karena kedua node tersebut terletak pada garis yang menghubungkan antara Matahari dengan Bumi. Gerhana Matahari 2018 akan terjadi Gerhana Matahari Sebagian pada tanggal 16 Februari 2018 waktu Indonesia. Namun, Gerhana tersebut tidak dapat dilihat dari wilayah Indonesia. Gerhana Matahari Sebagian dapat dilihat di Amerika bagian Selatan dan Antartika.
Gerhana Bulan merupakan peristiwa dimana terhalangnya cahaya Matahari oleh Bumi sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan. Peristiwa tersebut terjadi akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan. Gerhana dapat diprediksi dengan perhitungan algoritma astronomi. Yang membedakannya dengan Gerhana Matahari adalah posisi ketiga benda langit yaitu Matahari, Bumi, dan Bulan. Gerhana Matahari terjadi apabila Bulan berada di tengah-tengah, sedangkan Gerhana Bulan terjadi apabila Bumi berada di tengah-tengah. Selain itu, Gerhana Matahari hanya terjadi pada fase bulan mati/Tilem, sedangkan Gerhana Bulan hanya terjadi pada saat fase Purnama. Yang menyebabkan perbedaan Gerhana Bulan tidak terjadi saat Purnama pada sistem kalender Bali adalah perbedaan sistem perhitungan Purnama antara kalender Bali dan perhitungan astronomi. Perbedaan ini kadang bisa terjadi sekitar selisih satu hari tetapi kadang juga bisa di hari yang sama.
Fenomena Gerhana ini termasuk langka karena gerhana ini terjadi pada saat Supermoon. Dimana jarak terdekat Bulan terhadap Bumi terjadi hanya berselisih 1 hari 4 jam dengan pucak GBT. Pada 30 Januari 2018 pukul 17:56 WITA Bulan berada di perigee sejarak 358.993 km. Pada 29,5 jam berikutnya, yaitu pada 31 Januari 2018 pukul 21:26 WITA, Bulan pun berada dalam puncak fase Purnamanya. Kejadian Purnama perigee penutup dari tiga rangkaian supermoon ini adalah yang banyak ditunggu karena pada saat tersebut terjadi pula peristiwa GBT yang dapat diamati dari seluruh Indonesia dari awal malam hingga tengah malam. Terlebih, peristiwa totalitasnya akan terjadi selama 1 jam 16 menit yang menyebabkan Bulan akan berwarna merah. Durasi Totalitas GBT 31 Januari 2018 adalah salah satu yang terlama dalam abad ini.
Yang perlu diwaspadai adalah dampak fenomena "Supermoon" yang terjadi pada awal tahun dan di akhir Januari 2018, bagi masyarakat di sekitar pesisir pantai diimbau tetap waspada dan siaga terhadap peningkatan pasang air laut maksimum yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir rob (genangan air laut di daratan). Supermoon dapat meningkatkan tinggi pasang maksimum 20 – 30ari posisi Purnama biasa. Kondisi tersebut diprediksikan terjadi antara 29 Januari - 2 Februari 2018 mirip seperti kondisi pada 1 - 4 Januari 2018. Air laut akan berada pada kondisi tertinggi dan terendahnya pada rentang tanggal tersebut. Kebalikan dari fenomena Supermoon dikenal sebagai Minimoon. Untuk tahun 2018 ini, Minimoon terjadi pada tanggal 27 Juli 2018. Dalam rentang tahun 2000-2050 ini telah dan akan terjadi 113 Gerhana Bulan dimana sembilan diantaranya merupakan GBT Perige atau GBT yang bersamaan dengan Supermoon. GBT yang terjadi saat Supermoon sebelumnya terjadi 28 September 2015, yang bertepatan dengan berakhirnya Gerhana Bulan Tetrad yaitu empat GBT yang terjadi secara berturut-turut. Untuk GBT Supermoon berikutnya akan terjadi pada 8 Oktober 2033.
Selain itu, Purnama 31 Januari 2018 adalah Purnama kedua di bulan Januari 2018. Kejadian Purnama kedua di bulan yang sama ini dikenal dengan istilah Bluemoon. Jadi pada saat Bluemoon nanti bulan tidak akan nampak biru namun tetap seperti Purnama biasanya. Sedangkan Bulan Februari yang tidak akan memiliki Bulan Purnama disebut sebagai Blackmoon. Di tahun 2018 terjadi dua kali Bluemoon yaitu pada bulan Januari dan Maret 2018 dengan kejadian Purnama yang sama yaitu di tanggal 1 dan 31 secara kalender Bali atau tanggal 2 dan 31 secara astronomis. Perbedaan tanggal kejadian Purnama ini karena adanya perbedaan sistem perhitungan fase Bulan antara Kalender Saka Bali dan astronomi. Kalender Bali menggunakan sistem aritmatika sehingga memungkinkan adanya istilah Tilem mecaling yang menandakan masih ada kenampakan bulan saat Bulan mati. GBT yang bertepatan dengan Bluemoon pernah terjadi 152 tahun lalu pada tanggal 31 Maret 1866 namun hal ini bukan merupakan suatu siklus perulangan.
GBT 31 Januari 2018 tidaklah sepenuhnya akan nampak gelap. Bulan akan nampak berwarna hitam kemerahan yang dikenal dengan istilah Bloodmoon. Hal ini terjadi karena sebagian cahaya Matahari yang mengenai atmosfer Bumi berupa gelombang panjang berwarna merah (karena terjadi setelah Matahari terbenam) dibiaskan oleh atmosfer Bumi hingga ke Bulan. Oleh karena itu, saat Gerhana memasuki fase total Bulan tidaklah gelap tetapi berwarna hitam kemerahan. Mekanisme ini dikenal sebagai Hamburan Rayleigh, sama seperti proses pembentukan cahaya Matahari sehingga nampak kemerahan saat fajar maupun senja dan berwarna biru saat siang hari. Jika kita melihat Gerhana nanti dengan seksama, di saat awal dan akhir dari GBT yaitu tepat sebelum 20:51 WITA dan setelah 22:08 WITA maka akan teramati warna cahaya biru atau pirus pada tepi Bulan. Hal ini terjadi karena Lapisan Ozon Bumi menyebarkan cahaya merah dan memungkinkan melalui beberapa cahaya biru yang akan dibiaskan ke Bulan. Untuk GBT 31 Januari 2018 nanti berada pada siklus Saros 124 dan merupakan gerhana ke 49 dari total 74 kali dalam seri tersebut. Siklus Saros berfungsi untuk mengelompokkan gerhana dengan karakteristik yang sama. Ini berarti GBT 31 Januari nanti akan memiliki kemiripan dengan GBT pada 21 Januari 2000 dan nantinya akan mirip dengan GBT pada 11 Februari 2036.
Peristiwa GBT aman dilihat dengan mata telanjang tanpa alat bantu seperti binokuler atau teleskop (teropong) dan tidak berbahaya bagi kesehatan mata. Apakah langit cerah? Cuaca mendung dan hujan akhir-akhir ini disebabkan tekanan rendah di selatan Indonesia. Untuk perkiraan cuaca dua hari kedepan masyarakat Bali dapat mengakses secara langsung informasi prakiraan cuaca pada link berikut http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/cuaca-kabupaten. Nah, apabila di tempat kalian langit tak bersahabat, BMKG telah menyediakan layanan streaming secara langsung Gerhana Bulan dengan mengakses web http://media.bmkg.go.id/LiveNow.bmkg.
Gerhana Bulan di Bali sering dikaitkan dengan kisah Kala Rau. Kala Rau merupakan sosok raksasa yang abadi karena ikut meminum tirta amerta saat menyamar menjadi dewa dalam pembagian tirta amerta. Saat Kala Rau meminum tirta amerta Dewa Wisnu mengetahui penyamarannya saat tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya, maka Dewa Wisnu melepaskan panahnya yang menyebabkan kepala Kala Rau putus lalu melayang di angkasa. Sisa penggalan berupa potongan tubuh tanpa kepala tersebut jatuh ke Bumi dan menjadi lesung. Kala Rau yang sejak dulu jatuh hati dengan Dewi Ratih (Dewi Bulan) tepat mencarinya.Maka pada suatu waktu di saat sang dewi berjalan-jalan di angkasa Kala Rau mencoba mendekap sang Dewi dengan menelannya. Namun, karena Kala Rau hanya kepala saja maka Dewi Ratih segera lepas dari dekapannya. Berbagai fenomena astronomi sebaiknya menjadi bahan pelajaran bagi kita tentang bagaimana kita menangkap pesan dari langit dan dinamikanya. Mengingat sebelumnya leluhur kita juga menentukan watak perilaku manusia berdasarkan kelahirannya (palelintangan).
Sumber gambar: http://www.bmkg.go.id/press-release/?p=fenomena-trilogi-supermoon-waspada-rob-di-awal-tahun-2018&tag=press-release&lang=ID